| Abstrak | Sekolah, guru, kampus, dan pendidikan secara umum, merupakan bagian yang saling terintegrasi. Pendidikan tidak boleh menutup mata dengan liarnya pandangan intoleran yang kini menghiasi media sosial, layar kaca, bahkan media cetak. Lembaga pendidikan harus mampu meneguhkan kembali nilai-nilai toleransi agar pendidikan tetap berkualitas dan tidak terhalang isu-isu rasisme. Wajah pembelajaran dalam pendidikan, terutama di perguruan tinggi harus tetap mempertahankan kebhinnekaan yang menjadi landasan kehidupan yang penuh pluralism. Pendidikan toleransi harus kembali diupayakan lebih kuat, lebih melekat. Guru harus tanggap dan tidak bersikap eklisivitas dan tidak pula memanasi isu sara yang sedang mewabah ini. Sifat rasisme ini bukan sifat alamiah manusia. Untuk itu penyebarannya sangat mungkin dimusnahkan. Praktik intoleransi di dalam lini pendidikan memang hasus disikapi dengan bijaksana. Salah satunya dengan membangkitkan kembali roh pendidikan toleransi yang selaras dengan pendidikan multikulturalisme. Jika perilaku intoleran dan rasisme ini semakin merasuk ke dalam dunia pendidikan, maka lulusan yang dihasilkan tidak akan mampu membentuk pribadi yang berkarakter sesuai dengan yang diamanahkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Lantas hal apa yang mesti disegerakan untuk menangkal sikap intoleran di sekolah, di universitas, dan lembaga pendidikan agar peningkatan mutu pendidikan dan sumber dayanya tidak terganggu dan tetap berkualitas? Pendidikan memang tidak bisa dipisahkan dari gejolak sosial yang ada di masyarakat. Hal ini akan berdampak secara langsung, terutama pada hal penanaman karakter siswa. Untuk itulah penanaman nilai-nilai toleransi dalam pembelajaran di perguruan tinggi penting dibangkitkan kembali untuk mencegah praktik intoleran di dalam pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. |
|---|